Sabtu, 28 Februari 2015

Likurai dan Ritus di Timor

Tari Likurai menyimpan kisah heroik masa silam. Benarkan penggal kepala masih dilakukan dalam ritus adat orang Belu?
Memang, dolo (dahulu kala) pentas Likurai sebagai bukti; keperkasaan seorang pahlawan saat pulang baparang (berperang).Itu dolo, sekarang su (sudah) beda, toh...! INTONASI suara Mesakh Silla, pecah seketika. Sua ranya terdengar lantang. Ia mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa pasar Melayu-Kupang. Meski demikian, ia tergolong salah satu penduduk setempat yang ramah. Ia menemani saya untuk menelusuri kisah unik penggal kepala dalam tarian sakral Likurai.

Bagi masyarakat Belu, tarian tradisi itu menjadi penting, terutama sebagai simbol kebersamaan dan keramahan. Suguhan tarian pun menjadi hal wajib untuk menyambut tamu biasa hingga penting yang datang ke Belu. Atambua, ibu kota Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat ditempuh lewat perjalanan darat. Biasanya memakan waktu selama lebih kurang 7 jam dari Kota Kupang, ibu kota NTT. Namun, kini ada juga jalur udara sehingga lebih cepat sampai tujuan. Tari Likurai merupakan tarian perang. Setiap gerakannya berbentuk repetitif. Itu membuat tarian tradisional ini menjadi mudah bila kita pelajari.Sebuah warisan leluhur masyarakat Belu. Ada pesan, kesan, dan tentunya nilai-nilai spiritual terbungkus rapi.